Kamis, 04 Februari 2010

Pengantin Muslim Bali







Mengenal Tata Upacara Pengantin Adat Jawa

A. PENDAHULUAN

Secara kodrati, manusia diciptakan berpasang-pasangan (Q.S. Ar-Ruum : 21) dengan harapkan mampu hidup berdampingan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Dari sini tampak bahwa sampai kapan pun, manusia tidak mampu hidup seorang diri, tanpa bantuan dan kehadiran orang lain.

Salah satu cara yang dipakai untuk melambangkan bersatunya dua insan yang berlainan jenis dan sah menurut agama dan hukum adalah pernikahan. Masing-masing daerah mempunyai tata upacara pernikahannya sendiri-sendiri. Dalam bahasan ini, penulis akan mencoba mendeskripsikan tata upacara pernikahan adat Jawa dipandang dari sudut pandang semiotika.


B. PEMBAHASAN

Pernikahan adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan sepasang kekasih untuk menghalalkan semua perbuatan yang berhubungan dengan kehidupan suami-istri guna membentuk suatu keluarga dan meneruskan garis keturunan. Guna melakukan prosesi pernikahan, orang Jawa selalu mencari hari baik, maka perlu dimintakan pertimbangan dari ahli penghitungan hari baik berdasarkan patokan Primbon Jawa. Setelah ditemukan hari baik, maka sebulan sebelum akad nikah, secara fisik calon pengantin perempuan disiapkan untuk menjalani hidup pernikahan, dengan cara diurut perutnya dan diberi jamu oleh ahlinya. Hal ini dikenal dengan istilah baik, yaitu pengurutan perut untuk menempatkan rahim dalam posisi yang tepat agar dalam persetubuhan pertama memperoleh keturunan, dan minum jamu Jawa agar tubuh ideal dan singset.

Sebelum pernikahan dilakukan, ada beberapa prosesi yang seharusnya dilakukan, baik oleh pihak laki-laki maupun perempuan. Menurut Sumarsono (2007), tata upacara pernikahan adat Jawa adalah sebagai berikut :

Babak I (Tahap Pembicaraan)

Yaitu tahap pembicaraan antara pihak yang akan punya hajat mantu dengan pihak calon besan, mulai dari pembicaraan pertama sampai tingkat melamar dan menentukan hari penentuan (gethok dina).

Babak II (Tahap Kesaksian)

Babak ini merupakan peneguhan pembicaaan yang disaksikan oleh pihak ketiga, yaitu warga kerabat dan atau para sesepuh di kanan-kiri tempat tinggalnya, melalui acara-acara sebagai berikut :

1. Srah-srahan

Yaitu menyerahkan seperangkat perlengkapan sarana untuk melancarkan pelaksanaan acara sampai hajat berakhir. Untuk itu diadakan simbol-simbol barang-barang yang mempunyai arti dan makna khusus, berupa cincin, seperangkat busana putri, makanan tradisional, buah-buahan, daun sirih dan uang. Adapun makna dan maksud benda-benda tersebut adalah :

a. Cincin emas

yang dibuat bulat tidak ada putusnya, maknanya agar cinta mereka abadi tidak terputus sepanjang hidup.

b. Seperangkat busana putri

bermakna masing-masing pihak harus pandai menyimpan rahasia terhadap orang lain.

c. Perhiasan yang terbuat dari emas, intan dan berlian

mengandung makna agar calon pengantin putri selalu berusaha untuk tetap bersinar dan tidak membuat kecewa.

d. Makanan tradisional

terdiri dari jadah, lapis, wajik, jenang; semuanya terbuat dari beras ketan. Beras ketan sebelum dimasak hambur, tetapi setelah dimasak, menjadi lengket. Begitu pula harapan yang tersirat, semoga cinta kedua calon pengantin selalu lengket selama-lamanya.

e. Buah-buahan

bermakna penuh harap agar cinta mereka menghasilkan buah kasih yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.

f. Daun sirih

Daun ini muka dan punggungnya berbeda rupa, tetapi kalau digigit sama rasanya. Hal ini bermakna satu hati, berbulat tekad tanpa harus mengorbankan perbedaan.

2. Peningsetan

Lambang kuatnya ikatan pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan yang ditandai dengan tukar cincin antara kedua calon pengantin.

3. Asok tukon

Hakikatnya adalah penyerahan dana berupa sejumlah uang untuk membantu meringankan keuangan kepada keluarga pengantin putri.

4. Gethok dina

Menetapkan kepastian hari untuk ijab qobul dan resepsi. Untuk mencari hari, tanggal, bulan, biasanya dimintakan saran kepada orang yang ahli dalam perhitungan Jawa.

Babak III (Tahap Siaga)

Pada tahap ini, yang akan punya hajat mengundang para sesepuh dan sanak saudara untuk membentuk panitia guna melaksanakan kegiatan acara-acara pada waktu sebelum, bertepatan, dan sesudah hajatan.

1. Sedhahan

Yaitu cara mulai merakit sampai membagi undangan.

2. Kumbakarnan

Pertemuan membentuk panitia hajatan mantu, dengan cara :

a. pemberitahuan dan permohonan bantuan kepada sanak saudara, keluarga, tetangga, handai taulan, dan kenalan.

b. adanya rincian program kerja untuk panitia dan para pelaksana.

c. mencukupi segala kerepotan dan keperluan selama hajatan.

d. pemberitahuan tentang pelaksanaan hajatan serta telah selesainya pembuatan undangan.

3. Jenggolan atau Jonggolan

Saatnya calon pengantin sekalian melapor ke KUA (tempat domisili calon pengantin putri). Tata cara ini sering disebut tandhakan atau tandhan, artinya memberi tanda di Kantor Pencatatan Sipil akan ada hajatan mantu, dengan cara ijab.

Babak IV (Tahap Rangkaian Upacara)

Tahap ini bertujuan untuk menciptakan nuansa bahwa hajatan mantu sudah tiba. Ada beberapa acara dalam tahap ini, yaitu :

1. Pasang tratag dan tarub

Pemasangan tratag yang dilanjutnya dengan pasang tarub digunakan sebagai tanda resmi bahwa akan ada hajatan mantu dirumah yang bersangkutan. Tarub dibuat menjelang acara inti. Adapun ciri kahs tarub adalah dominasi hiasan daun kelapa muda (janur), hiasan warna-warni, dan kadang disertai dengan ubarampe berupa nasi uduk (nasi gurih), nasi asahan, nasi golong, kolak ketan dan apem.

2. Kembar mayang

Berasal dari kata kembar artinya sama dan mayang artinya bunga pohon jambe atau sering disebut Sekar Kalpataru Dewandaru, lambang kebahagiaan dan keselamatan. Jika pawiwahan telah selesai, kembar mayang dilabuh atau dibuang di perempatan jalan, sungai atau laut dengan maksud agar pengantin selalu ingat asal muasal hidup ini yaitu dari bapak dan ibu sebagai perantara Tuhan Yang Maha Kuasa. Barang-barang untuk kembar mayang adalah :

a. Batang pisang, 2-3 potong, untuk hiasan. Biasanya diberi alas dari tabung yang terbuat dari kuningan.

b. Bambu aur untuk penusuk (sujen), secukupnya.

c. Janur kuning, ± 4 pelepah.

d. Daun-daunan: daun kemuning, beringin beserta ranting-rantingnya, daun apa-apa, daun girang dan daun andong.

e. Nanas dua buah, pilih yang sudah masak dan sama besarnya.

f. Bunga melati, kanthil dan mawar merah putih.

g. Kelapa muda dua buah, dikupas kulitnya dan airnya jangan sampai tumpah. Bawahnya dibuat rata atau datar agar kalau diletakkan tidak terguling dan air tidak tumpah.

3. Pasang tuwuhan (pasren)

Tuwuhan dipasang di pintu masuk menuju tempat duduk pengantin. Tuwuhan biasanya berupa tumbuh-tumbuhan yang masing-masing mempunyai makna :

a. Janur

Harapannya agar pengantin memperoleh nur atau cahaya terang dari Yang Maha Kuasa.

b. Daun kluwih

Semoga hajatan tidak kekurangan sesuatu, jika mungkin malah dapat lebih (luwih) dari yang diperhitungkan.

c. Daun beringin dan ranting-rantingnya

Diambil dari kata keinginan, artinya harapan, cita-cita atau keinginan yang didambakan mudah-mudahan selalu terlaksana.

d. Daun dadap serep

Berasal dari suku kata arep artinya dingin, sejuk, teduh, damai, tenang tidak ada gangguan apa pun.

e. Seuntai padi (pari sewuli)

Melambangkan semakin berisi semakin merunduk. Diharapkan semakin berbobot dan berlebih hidupnya, semakin ringan kaki dan tangannya, dan selalu siap membantu sesama yang kekurangan.

f. Cengkir gadhing

Air kelapa muda (banyu degan), adalah air suci bersih, dengan lambang ini diharapkan cinta mereka tetap suci sampai akhir hayat.

g. Setundhun gedang raja suluhan (setandan pisang raja)

Semoga kelak mempunyai sifat seperti raja hambeg para marta, mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.

h. Tebu wulung watangan (batang tebu hitam)

Kemantapan hati (anteping kalbu), jika sudah mantap menentukan pilihan sebagai suami atau istri, tidak tengok kanan-kiri lagi.

i. Kembang lan woh kapas (bunga dan buah kapas)

Harapannya agar kedua pengantin kelak tidak kekurangan sandang, pangan, dan papan. Selalu pas, tetapi tidak pas-pasan.

j. Kembang setaman dibokor (bunga setaman yang ditanam di air dalam bokor)

Harapannya agar kehidupan kedua pengantin selalu cerah ibarat bunga di taman.

4. Siraman

Ubarampe yang harus disiapkan berupa air bunga setaman, yaitu air yang diambil dari tujuh sumber mata air yang ditaburi bunga setaman yang terdiri dari mawar, melati dan kenanga. Tahapan upacara siraman adalah sebagai berikut :

- calon pengantin mohon doa restu kepada kedua orangtuanya.

- calon mantu duduk di tikar pandan tempat siraman.

- calon pengatin disiram oleh pinisepuh, orangtuanya dan beberapa wakil yang ditunjuk.

- yang terakhir disiram dengan air kendi oleh bapak ibunya dengan mengucurkan ke muka, kepala, dan tubuh calon pengantin. Begitu air kendi habis, kendi lalu dipecah sambil berkata “Niat ingsun ora mecah kendi, nanging mecah pamore anakku wadon.

5. Adol dhawet

Upacara ini dilaksanakan setelah siraman. Penjualnya adalah ibu calon pengantin putri yang dipayungi oleh bapak. Pembelinya adalah para tamu dengan uang pecahan genting (kreweng). Upacara ini mengandung harapan agar nanti pada saat upacara panggih dan resepsi, banyak tamu dan rezeki yang datang.

6. Midodareni

Midodareni adalah malam sebelum akad nikah, yaitu malam melepas masa lajang bagi kedua calon pengantin. Acara ini dilakukan di rumah calon pengantin perempuan. Dalam acara ini ada acara nyantrik untuk memastikan calon pengantin laki-laki akan hadir dalam akad nikah dan sebagai bukti bahwa keluarga calon pengantin perempuan benar-benar siap melakukan prosesi pernikahan di hari berikutnya. Midodareni berasal dari kata midodareni (bidadari), lalu menjadi midodareni yang berarti membuat keadaan calon pengantin seperti bidadari. Dalam dunia pewayangan, kecantikan dan ketampanan calon pengantin diibaratkan seperti Dewi Kumaratih dan Dewa Kumajaya.

Babak V (Tahap Puncak Acara)

1. Ijab qobul

Peristiwa penting dalam hajatan mantu adalah ijab qobul dimana sepasang calon pengantin bersumpah di hadapan naib yang disaksikan wali, pinisepuh dan orang tua kedua belah pihak serta beberapa tamu undangan. Saat akad nikah, ibu dari kedua pihak, tidak memakai subang atau giwang guna memperlihatkan keprihatinan mereka sehubungan dengan peristiwa menikahkan atau ngentasake anak.

2. Upacara panggih

Adapun tata urutan upacara panggih adalah sebagai berikut :

a. Liron kembar mayang

Saling tukar kembar mayang antar pengantin, bermakna menyatukan cipta, rasa dan karsa untuk mersama-sama mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan.

b. Gantal

Daun sirih digulung kecil diikat benang putih yang saling dilempar oleh masing-masing pengantin, dengan harapan semoga semua godaan akan hilang terkena lemparan itu.

c. Ngidak endhog

Pengantin putra menginjak telur ayam sampai pecah sebagai simbol seksual kedua pengantin sudah pecah pamornya.

d. Pengantin putri mencuci kaki pengantin putra

Mencuci dengan air bunga setaman dengan makna semoga benih yang diturunkan bersih dari segala perbuatan yang kotor.

e. Minum air degan

Air ini dianggap sebagai lambang air hidup, air suci, air mani (manikem).

f. Di-kepyok dengan bunga warna-warni

Mengandung harapan mudah-mudahan keluarga yang akan mereka bina dapat berkembang segala-galanya dan bahagia lahir batin.

g. Masuk ke pasangan

Bermakna pengantin yang telah menjadi pasangan hidup siap berkarya melaksanakan kewajiban.

h. Sindur

Sindur atau isin mundur, artinya pantang menyerah atau pantang mundur. Maksudnya pengantin siap menghadapi tantangan hidup dengan semangat berani karena benar.

Setelah melalui tahap panggih, pengantin diantar duduk di sasana riengga, di sana dilangsungkan tata upacara adat Jawa, yaitu :

i. Timbangan

Bapak pengantin putri duduk diantara pasangan pengantin, kaki kanan diduduki pengantin putra, kaki kiri diduduki pengantin putri. Dialog singkat antara Bapak dan Ibu pengantin putri berisi pernyataan bahwa masing-masing pengantin sudah seimbang.

j. Kacar-kucur

Pengantin putra mengucurkan penghasilan kepada pengantin putri berupa uang receh beserta kelengkapannya. Mengandung arti pengantin pria akan bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarganya.

k. Dulangan

Antara pengantin putra dan putri saling menyuapi. Hal ini mengandung kiasan laku memadu kasih diantara keduanya (simbol seksual). Dalam upacara dulangan ada makna tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan tumpeng yang bermakna :

- tumpeng tunggarana : agar selalu ingat kepada yang memberi hidup.

- tumpeng puput : berani mandiri.

- tumpeng bedhah negara : bersatunya pria dan wanita.

- tumpeng sangga langit : berbakti kepada orang tua.

- tumpeng kidang soka : menjadi besar dari kecil.

- tumpeng pangapit : suka duka adalah wewenang Tuhan Yang Maha Esa.

- tumpeng manggada : segala yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi.

- tumpeng pangruwat : berbaktilah kepada mertua.

- tumpeng kesawa : nasihat agar rajin bekerja.

3. Sungkeman

Sungkeman adalah ungkapan bakti kepada orang tua, serta mohon doa restu. Caranya, berjongkok dengan sikap seperti orang menyembah, menyentuh lutut orang tua pengantin perempuan, mulai dari pengantin putri diikuti pengantin putra, baru kemudian kepada bapak dan ibu pengantin putra.

C. TINJAUAN DENGAN PENDEKATAN SEMIOTIKA

Pendekatan yang dipakai dalam makalah ini adalah pendekatan semiotika. Semiotika memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Keduanya mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain, Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah Linguistik, sedangkan Peirce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya ‘semiologi’ (semiology), sedangkan Peirce menyebut ilmu yang dibangunnya ‘semiotika’ (semiotics). Dalam perkembangan selanjutnya istilah ‘semiotika’ lebih popular dari pada ‘semiologi’.

Berdasarkan hubungan tanda dan objek, Peirce membagi tanda menjadi tiga, yakni ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol). Ikon adalah sesuatu yang berfungsi sebagai tanda berdasarkan kemiripannya dengan sesuatu yang lain. Indeks adalah sebuah tanda yang dalam corak tandanya tergantung dari adanya sebuah ‘objek’ atau denotatum. Simbol adalah tanda yang hubungan antara tanda dan objeknya ditentukan oleh sebuah peraturan yang berlaku umum. Berikut penjelasan tanda berdasarkan kenyataan hubungan dengan jenis dasarnya :

1. Ikon

Ikon merupakan tanda yang menyerupai benda yang diwakilinya, atau suatu tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya. Dalam hal ini cincin emas, seperangkat busana putri dan uang merupakan ikon, karena benda-benda tersebut mewakili benda yang sebenarnya.

2. Indeks

Indeks adalah tanda yang sifat tandanya tergantung dari keberadaanya suatu denotasi, sehingga dalam terminologi Peirce merupakan secondness. Dengan kata lain, indeks adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya. Dalam hal ini tarub, kembar mayang, dan tuwuhan merupakan indeks. Hal ini dikarenakan item tersebut hanya ditemui dalam upacara pernikahan adat Jawa.

3. Simbol

Simbol adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda dan denotasinya ditentukan oleh peraturan yang berlaku umum atau ditentukan oleh suatu kesepakatan bersama (konversi). Cincin emas, seperangkat busana putri, perhiasan yang terbuat dari emas, intan dan berlian; makanan tradisional, buah-buahan, daun sirih, peningset, janur, daun kluwih, daun beringin lengkap dengan ranting-rantingnya, daun alang-alang, daun dadap sirep, seuntai padi, cengkir gadhing, setandan pisang raja, batang tebu hitam, bunga dan buah kapas, bunga setaman dan sungkeman merupakan simbol. Hal ini dikarenakan masing-masing item tersebut memiliki makna simbolis yang terkandung di dalamnya.

D. PENUTUP

Demikianlah tata upacara pernikahan Jawa yang sampai saat ini masih digunakan dalam pernikahan di Jawa. Jika diamati secara detail, prosesi pernikahan di Jawa terkesan “njlimet atau rumit�. Hal ini dikarenakan banyaknya perlambang yang dipakai di dalamnya. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena sampai saat ini masyarakat Jawa masih senang menggunakan simbol atau perlambang dalam kehidupannya.

REFERENSI

__________. 2005. Adat Istiadat Jawa. http://www.karatonsurakarta.com (diakses 14 Januari 2008 pukul 15.15 WIB).

Mangun Hardjodikromo. 2005. Adat Istiadat Jawa : Manusia Jawa Sejak Dalam Kandungan Sampai Wafat. www.semarasanta.wordpress.com> (diakses 14 Januari 2008 pukul 15.15 WIB).

Panuti Sujiman. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Sumarsono. 2007. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: PT. Buku Kita.